Selasa, 08 Juni 2010

Pembangunan Bisa Timpang

Dana Aspirasi Justru Tidak Adil, Sejumlah Partai Politik Mulai Menolak
Selasa, 8 Juni 2010 | 03:12 WIB
Jakarta, Kompas - Pemberian dana alokasi program percepatan dan pemerataan pembangunan daerah pemilihan justru akan mempertajam ketimpangan pembangunan. Sebagian besar dana akan menumpuk di Jawa yang relatif maju, sedangkan Indonesia timur yang miskin memperoleh sedikit.
Dengan alokasi dana Rp 15 miliar per anggota Dewan Perwakilan Rakyat, total dana yang harus disiapkan mencapai Rp 8,4 triliun. Dari total itu, 54,64 persen di antaranya akan dialokasikan untuk Pulau Jawa. Pasalnya, sebanyak 306 anggota DPR berasal dari enam provinsi di Jawa. Jika dihitung, dana alokasi yang diperoleh anggota DPR dari Jawa mencapai Rp 4,59 triliun.
Adapun Sumatera yang memiliki 120 kursi DPR hanya memperoleh dana Rp 1,8 triliun (21,42 persen). Dengan demikian, 76,06 persen dana alokasi pembangunan daerah pemilihan malah menumpuk di kawasan Indonesia bagian barat.
Bandingkan dengan wilayah Sulawesi dan Indonesia bagian timur yang pembangunannya lebih tertinggal dibandingkan dengan wilayah Indonesia bagian barat. Dengan 67 anggota DPR, kawasan Sulawesi dan Indonesia bagian timur hanya akan mendapat Rp 1,005 triliun (11,96 persen). Itu pun alokasi paling besar tersedot untuk Sulawesi, yakni Rp 705 miliar. Adapun Maluku hanya memperoleh Rp 105 miliar dan Papua Rp 195 miliar. Bali dan Nusa Tenggara dengan 32 anggota DPR hanya menyedot Rp 480 miliar (5,7 persen), sedangkan Kalimantan yang memiliki 35 anggota DPR memperoleh Rp 525 miliar (6,25 persen).
”Dana aspirasi ini akan menimbulkan rentetan persoalan di kemudian hari, khususnya di daerah. Kalau saya dari daerah tertinggal, tentu akan marah jika dana aspirasi ini disetujui,” kata Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Teten Masduki, Senin (7/6).
Daerah-daerah tertinggal di wilayah timur yang sebenarnya membutuhkan anggaran besar untuk membangun infrastruktur malah hanya menerima kurang dari 10 persen total dana. ”Bagaimana infrastruktur daerah tertinggal seperti Papua akan terbangun jika dana yang ada dibagikan seperti ini?” katanya.
Ketua Dewan Pengurus TII Todung Mulya Lubis menilai, jika dana aspirasi itu disetujui untuk dianggarkan pada APBN 2011, akan terjadi penjarahan keuangan negara yang dilegalkan. Pengalokasian dana itu tidak ada dasar hukumnya dan menghina akal sehat publik.
Dana aspirasi itu, menurut Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) M Jasin, rentan dikorupsi dan lebih mengarah pada bagi-bagi uang. ”Kajian sementara kami menyimpulkan, dana aspirasi ini mirip Program Pemberdayaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Jawa Timur, lebih banyak ke arah bagi-bagi uang,” kata Jasin di Gedung KPK, Jakarta, Senin. Jasin mengatakan, KPK tengah melakukan kajian serius perihal dana itu.
Sulit dipahami
Secara terpisah, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Rusli Ridwan, mengatakan, usulan dana alokasi itu sulit dipahami. Pemberian dana alokasi daerah pemilihan itu justru tak akan bisa mempercepat pemerataan pembangunan, seperti alasan Partai Golkar. Pemerataan pembangunan bisa diwujudkan dengan program pembangunan pedesaan.
Pendapat senada diungkapkan anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mahfudz Shiddiq. ”Apa betul bisa memeratakan pembangunan di daerah, pasti akan beda jauh antara Jawa dan luar Jawa,” katanya. Menurut dia, DPR hanya bisa melakukan politik anggaran. DPR harus dapat mendorong pemerintah agar memperbesar anggaran pembangunan di daerah tertinggal.
Anggota Komisi II DPR, Arif Wibowo, dari Fraksi PDI-P Jawa Timur IV, menegaskan, keinginan memberikan kewenangan bagi setiap anggota DPR berupa disposisi program ke masing-masing daerah pemilihan sebesar Rp 15 miliar per tahun itu tidak boleh dilanjutkan. Anggaran yang ada sebaiknya digunakan untuk memperkuat kapasitas anggota DPR dalam melaksanakan tugas, peran, dan fungsinya.
Oleh karena itu, usulan tersebut ditolak sejumlah parpol. Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Irgan Chairul Mahfiz di Jakarta, Senin, menegaskan, partainya menolak usulan dana itu, sesuai arahan Ketua Umum PPP Suryadharma Ali.
Menurut Irgan, penolakan itu dilakukan dengan pertimbangan tugas DPR sesungguhnya adalah dalam bidang legislasi, pengawasan, dan anggaran. DPR tidak memiliki tugas teknis dalam penempatan program yang merupakan domain pemerintah.
Hal senada disampaikan Ketua Fraksi PDI-P Tjahjo Kumolo. ”Cukup dengan uang reses Rp 40 juta yang diterima anggota dewan. (DPR) juga menerima uang konstituen,” katanya. Pada 1 Juni 2010, Tjahjo sempat meminta pemerintah tidak terburu-buru menolak gagasan itu. ”Setelah didiskusikan di fraksi, kami memutuskan menolak,” katanya.
Budiman Sudjatmiko, anggota Fraksi PDI-P, menambahkan, keberadaan dana aspirasi patut ditolak karena berpotensi menjadi praktik korupsi secara bersama para anggota DPR. ”Tahun 2014, jangan-jangan harus didirikan LP khusus anggota DPR,” tuturnya.
Sekjen PKS Anis Matta mengakui dana aspirasi justru melebarkan ketimpangan. Pasalnya, lebih dari 50 persen anggota DPR dari daerah pemilihan di Jawa.
Anis menegaskan, PKS sudah menyatakan penolakan atas gagasan dana aspirasi, dalam rapat Sekretariat Gabungan (Setgab) koalisi partai pendukung pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Begitu juga PAN. Ketua PAN Bima Arya Sugiarto menuturkan, partainya menolak gagasan itu. Dia berharap Partai Golkar tidak memaksakan usulan itu di Setgab dan menghargai sikap partai lain yang menolak. ”Proposal Golkar itu akan makin mencoreng wajah DPR,” ucapnya.
Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menyatakan setuju jika DPR mengusulkan program pembangunan di daerah pemilihan. Namun, pelaksanaan program itu tetap dilakukan pemerintah. ”Kami tak setuju jika anggota DPR mengelola dana PBN untuk daerah pemilihannya,” ujar Anas.
J Kristiadi, pengamat politik dari Center for Strategic and International Studies, mengatakan, pemerintah tidak perlu berkompromi dengan kekuatan parpol.
(NTA/MZW/AIK/FER/WHY/NWO/*/DIK)

Kebijakan Pasar Ekspor-Impor Perikanan Timpang

Selasa, 8 Juni 2010 | 04:15 WIB
Jakarta, Kompas - Kebijakan pemerintah dalam mengelola pasar perikanan ekspor dan impor dinilai timpang. Pemerintah hanya fokus pada keamanan pangan produk ikan yang diekspor, tetapi mengabaikan keamanan produk impor yang masuk ke pasar lokal.
Demikian Dekan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor Arif Satria di Jakarta, Senin (7/6). Pemerintah negara maju sangat melindungi konsumen sehingga sangat ketat dalam uji mutu. Sebaliknya, instrumen pengendalian impor dan fasilitas pengujian mutu dan keamanan pangan di Tanah Air masih minim. Indonesia sudah saatnya memberlakukan standar impor ikan yang setara standar luar negeri.
”Perlu ada harmonisasi standar mutu, baik ikan yang diekspor maupun ikan yang diimpor. Kalau tidak, kita kebanjiran produk impor yang tidak terjaga keamanannya dan membahayakan konsumen,” ujar Arif.
Produk-produk ikan impor yang mengandung formalin dan zat berbahaya terindikasi semakin marak masuk ke pasar dalam negeri, di antaranya melalui pelabuhan perikanan di Lampung, Belawan, dan Batam.
Produk ikan teri impor asal Thailand dan Vietnam di Belawan, Medan, misalnya, ditemukan adanya timbal dan kadmium melebihi ambang batas. Produk impor berbahaya itu mengancam keamanan pangan pasar dalam negeri (Kompas, 5/6).
Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Martani Huseini mengakui, pihaknya belum memiliki aparat dalam uji mutu terhadap produk ikan beku yang diimpor. Fungsi kontrol badan karantina ikan sebatas memeriksa produk ikan impor yang hidup.
Pemerintah akan menggabung badan karantina dengan badan pengendalian dan pengawasan mutu pada Kementerian Kelautan dan Perikanan menjadi badan karantina, pengendalian, dan pengawasan mutu.
Penggabungan kedua badan tersebut, ujar Martani, diharapkan mengendalikan masuknya ikan impor, baik berupa ikan hidup, beku, maupun segar.
Adapun pintu masuk impor ikan rencananya diberlakukan pada semua pelabuhan perikanan Nusantara dan pelabuhan perikanan samudra. Namun, pihaknya belum bisa memastikan lokasi badan karantina, pengendalian, dan pengawasan mutu.
Arif mengingatkan, pemerintah jangan memaksakan pemberlakuan pintu masuk impor ikan pada pelabuhan yang belum dilengkapi fasilitas laboratorium pengujian mutu yang memadai. ”Pengujian mutu yang tidak optimal pada gilirannya merugikan konsumen,” ujarnya. (LKT)

MAKAN BERSAMA TEMAN

Peran Makanan dalam Pemberdayaan Masyarakat

oleh Phil Bartle, PhD

 

Pengenalan:
Salah Satu aspek dari pemberdayaan masyarakat, yang sering muncul dalam buku dan kelas pelajaran tentang pemberdayaan masyarakat, adalah mengenai kelompok makan. Seperti halnya perayaan dari selesainya proyek, dan kegiatan penting lainnya, sesuatu yang dianggap sebagai liburan atau waktu kosong bagi banyak orang, merupakan bagian penting dari tugas seorang penggerak.
Seperti yang dikatakan oleh ilmuwan sosial bahwa kegiatan makan bersama lebih menekankan kepada makanannya dan bukan kepada nutrisi dan kesehatan. Dengan siapa kita makan, di mana kita makan, apa yang kita makan dan dalam kondisi apa kita makan.. semuanya sangat penting dari segi sosial. (Bila logika dan nutrisi merupakan satu-satunya yang terpenting, kita semua mungkin hanya makan cacing).
Kenyataan ini sangat penting, oleh karena itu, seorang penggerak, pertama-tama wajib mengenali masyarakatnya dan bagaimana bersikap dengan mereka, kedua memasukkan strategi ini dalam pemberdayaan masyarakat melalui penggerakan.
Kebersamaan:
Kata "Commensal" berasal dari bahasa latin (dan Arab), yang berarti berbagi meja. Dalam sosiologi, konsep kebersamaan didefinisikan secara sederhana sebagai "orang-orang yang makan bersama."
Mulai dengan diri Anda sendiri: pikirkan orang-orang yang makan bersama Anda, dan mereka yang tidak. Biasanya, orang yang makan bersama Anda adalah keluarga dan teman-teman.
Mereka yang tidak makan bersama Anda, dengan alasan apapun, secara sosial memiliki jarak: lebih tinggi atau lebih rendah kelasnya atau status sosialnya, orang asing, musuh, rival, dan kadang orang yang berbeda bahasa, etnis, agama, gender, usia atau pekerjaan.
Hal-hal ini, tentu akan berbeda antara masyarakat satu dengan yang lainnya, dari waktu ke waktu, dan dari perkumpulan satu dengan yang lain. Hal ini juga bervariasi tergantung konteks sosialnya; beberapa orang mungkin makan bersama Anda di kantin tempat Anda bekerja, tapi tidak di rumah.
Intinya (dengan berbagai perkecualian), orang cenderung akan makan bersama dengan orang yang memiliki kedekatan solidaritas atau kepercayaaan.
Pengaruh, Berlaku Dua Arah:
Hubungan antara (a) status sosial atau hubungan dan (b) siapa yang makan dengan siapa, sudah dikenal dan dapat diobservasi. Hal tersebut tidak serta merta membuktikan bahwa hubungan timbal balik selalu ada di antara mereka, namun hal tersebut memperlihatkan bahwa kaitan antara hal tersebut memang ada.
Hubungan seperti apa kausalitas itu? Seorang penggerak masyarakat yang berpengalaman tahu bahwa pengaruhnya berlaku dua arah. Bagaimana orang saling menilai satu sama lain mungkin dapat dipengaruhi oleh seseorang yang selalu diajaknya makan bersama. Harfiahnya, pilihan dengan siapa seseorang akan makan, mungkin dipengaruhi oleh bagaimana seseorang menilai orang lain.
Hal ini memiliki dua implikasi untuk seorang penggerak. (1) Syarat pekerjaan untuk mengetahui dimensi sosial budaya suatu masyarakat, sebuah tugas penting untuk seorang penggerak, diperkuat dengan mengetahui siapa makan bersama dengan siapa. (2) Menciptakan suasana di mana biasanya seseorang tidak makan bersama orang tersebut, maka kegiatan ini dapat menjadi alat untuk memperkenalkan tipe hubungan sosial yang baru, dan memperkuat pemberdayaan masyarakat dengan memperkuat persatuan atau kekompakan.
Kekompakan adalah hal yang sangat penting bagi seorang penggerak. Lihat Menggalang Persatuan.Bila Mengajak orang untuk saling berbagi makanan akan menunjukan rasa persatuan tersebut, maka ini adalah cara baru bagi seorang penggerak.
Tiga Situasi Makan dalam Penggerakan Masyarakat
Kemungkinan akan ada banyak kesempatan di mana anggota masyarakat atau anggota komite dapat makan bersama dalam acara umum. Semakin besar pengetahuan yang dimiliki oleh seorang penggerak, akan semakin banyak peluang yang dapat muncul.
Tiga Situasi Umum adalah Sebagai Berikut:
  • Memberi makan para pekerja selama pengerjaan pembangunan;
  • Hidangan yang disajikan pada pertemuan dewan eksekutif; dan
  • Hidangan yang disajikan pada saat perayaan.
Menyediakan makanan untuk anggota masyarakat yang berpartisipasi untuk menyumbangkan tenaga mereka untuk membersihkan lingkungan, atau memberikan kontribusi untuk proyek konstruksi, adalah sebuah tindakan yang berharga untuk meningkatkan antusiasme mereka bekerja sekaligus meningkatkan kekompakan dan solidaritas.
Di area pinggiran, petani yang tidak memiliki dana untuk disumbangkan, kemungkinan besar akan menyumbangkan sebagian dari hasil kebun mereka untuk kegiatan tersebut. Sementara sebagian anggota masyarakat, yang tidak mampu melakukan kerja berat yang berhubungan dengan proyek pembangunan, mungkin akan mau menyumbangkan waktu dan tenaga mereka untuk memasak dan menghidangkan makanan secara cuma-cuma.
Sangatlah mudah untuk menghilangkan pelaksanaan pekerjaan atau komite pelaksana. Mereka menyumbangkan waktu, imajinasi dan pengetahuan mereka untuk proyek masyarakat. Tetapi mereka juga harus tetap transparan dalam menangani keuangan masyarakat, serta menjaga kepercayaan dan antusiasme semua orang. Bila anggota masyarakat menghidangkan sejumlah kecil makanan, bahkan bila hanya sebuah kudapan kecil, untuk acara pertemuan masyarakat, sangatlah kecil kemungkinannya bahwa mereka memiliki agenda tersembunyi untuk meningkatkan penghasilan mereka dengan cara menyalahgunakan sumber daya yang berasal dari masyarakat.
Selama Perayaan Masyarakat Untuk mengenalkan penyelesaian proyek, anggota masyarakat disarankan oleh para penggerak untuk mengundang orang-orang yang dikenal dan penting untuk menghadiri dan meresmikan acara. Hal ini akan menarik para wartawan untuk meliput acara tersebut. Bila para anggota masyarakat tersebut dapat menyajikan hidangan kepada para tamu penting, atau lebih baik lagi kepada seluruh hadirin, maka kepercayaan diri dan rasa solidaritas masyarakat akan meningkat.
Memilih Apa yang Harus Dimakan:
Para penggerak tidak memilih menu apa yang akan dihidangkan. Tugas penggerak adalah menstimulasi komite, atau anggota masyarakat untuk memilih menu apa, kapan, di mana, dan berapa banyak makanan yang harus dihidangkan.
Pemilihan makanan yang tabu atau kontroversial, misalnya, dapat menjadi indikator akan adanya pengaruh faksional/kelompok di antara para pelaksana. Daging babi misalnya, tidak boleh dihidangkan kepada orang muslim, daging sapi tidak boleh diihidangkan kepada orang hindu, dan daging tidak boleh dihidangkan kepada para vegetarian. Bila komite memilih salah satu dari makanan tersebut, maka hal tersebut dapat menjadi petunjuk bagi para penggerak bahwa komite mendapat pengaruh dari kelompok tertentu.
Para penggerak harus mencoba, pertama secara diam-diam, di belakang layar, untuk meyakinkan komite agar lebih sensitif terhadap beberapa larangan makanan di antara anggota masyarakat. Bila hal ini tidak dapat diselesaikan secara halus, para penggerak dapat mengangkat masalah ini dalam rapat masyarakat, menunjukkan bahwa proyek ini ditujukan kepada seluruh anggota masyarakat, bukan untuk kelompok tertentu, oleh karenanya makanan yang dihidangkan harus dapat diterima oleh semua anggota masyarakat, atau bila tidak persiapan khusus harus dilakukan untuk memenuhi aturan hidangan untuk beberapa kelompok.
Dalam banyak proyek komunitas, terutama ketika tamu penting dihidangkan makanan, sudah menjadi kebiasaan untuk menyajikan minuman ringan dalam botol atau kaleng. Penulis tidak mendorong peningkatan "coca cola-nization" atau kesetiaan merek global dengan mendorong konsumsi merek tersebut. Air matang, minuman ringan, dan teh atau kopi pun bisa menjadi pilihan.
Kesimpulan:
Budaya makanan dan kelompok makan, "yang berbagi meja" penting artinya untuk seorang penggerak. Mengetahui pola makan masyarakat adalah indikasi seberapa jauh pemahaman penggerak akan masyarakat tersebut, dan dapat digunakan sebagai tolak ukur apakah masyarakat tersebut kompak atau tidak.
Menyarankan dan mendorong masyarakat
Semua hal dapat dilakukan oleh penggerak yang kompeten, ketika ia mendukung sebuah pendekatan partisipasi, membimbing dan menstimulasi anggota masyarakat dan para pelaksana proyek untuk mampu membuat keputusan, bukan mendikte atau membuat keputusan bagi mereka.