Selasa, 8 Juni 2010 | 04:15 WIB
Jakarta, Kompas - Demikian Dekan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor Arif Satria di Jakarta, Senin (7/6). Pemerintah negara maju sangat melindungi konsumen sehingga sangat ketat dalam uji mutu. Sebaliknya, instrumen pengendalian impor dan fasilitas pengujian mutu dan keamanan pangan di Tanah Air masih minim. Indonesia sudah saatnya memberlakukan standar impor ikan yang setara standar luar negeri.
”Perlu ada harmonisasi standar mutu, baik ikan yang diekspor maupun ikan yang diimpor. Kalau tidak, kita kebanjiran produk impor yang tidak terjaga keamanannya dan membahayakan konsumen,” ujar Arif.
Produk-produk ikan impor yang mengandung formalin dan zat berbahaya terindikasi semakin marak masuk ke pasar dalam negeri, di antaranya melalui pelabuhan perikanan di Lampung, Belawan, dan Batam.
Produk ikan teri impor asal Thailand dan Vietnam di Belawan, Medan, misalnya, ditemukan adanya timbal dan kadmium melebihi ambang batas. Produk impor berbahaya itu mengancam keamanan pangan pasar dalam negeri (Kompas, 5/6).
Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Martani Huseini mengakui, pihaknya belum memiliki aparat dalam uji mutu terhadap produk ikan beku yang diimpor. Fungsi kontrol badan karantina ikan sebatas memeriksa produk ikan impor yang hidup.
Pemerintah akan menggabung badan karantina dengan badan pengendalian dan pengawasan mutu pada Kementerian Kelautan dan Perikanan menjadi badan karantina, pengendalian, dan pengawasan mutu.
Penggabungan kedua badan tersebut, ujar Martani, diharapkan mengendalikan masuknya ikan impor, baik berupa ikan hidup, beku, maupun segar.
Adapun pintu masuk impor ikan rencananya diberlakukan pada semua pelabuhan perikanan Nusantara dan pelabuhan perikanan samudra. Namun, pihaknya belum bisa memastikan lokasi badan karantina, pengendalian, dan pengawasan mutu.
Arif mengingatkan, pemerintah jangan memaksakan pemberlakuan pintu masuk impor ikan pada pelabuhan yang belum dilengkapi fasilitas laboratorium pengujian mutu yang memadai. ”Pengujian mutu yang tidak optimal pada gilirannya merugikan konsumen,” ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar